Mizan dalam Islam: Landasan Teologis bagi Transisi Energi Hijau
Mahasiswa Institut Teknologi PLN
11/8/20253 min read
Mizan (ميزان) dalam ajaran Islam bermakna keseimbangan atau timbangan, sebuah konsep yang ditegaskan Al-Qur’an antara lain dalam Surah Ar-Rahman ayat 7–9: “Dan langit telah Dia tinggikan, dan Dia menciptakan keseimbangan (al-mīzān), agar kamu tidak melampaui batas dalam keseimbangan; dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil, dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan.” Secara etimologis, mīzān berasal dari akar kata Arab wazana yang berarti menimbang atau mengukur secara proporsional, sehingga dalam konteks teologis ia tidak hanya menunjuk pada timbangan fisik, tetapi juga melambangkan tatanan universal ciptaan Allah yang teratur dan seimbang. Dalam etika lingkungan Islam, mizan menjadi prinsip moral yang menegaskan larangan melampaui batas (ṭaghawā fī al-mīzān) dan perintah menegakkan keadilan (aqīmū al-wazn bil-qisṭ) dalam hubungan manusia dengan alam.
Secara teoretis, konsep mizan berakar kuat dalam Al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang menggambarkan langit dan bumi diciptakan dalam keadaan seimbang serta diperingatkan agar manusia tidak merusak keseimbangan tersebut. Dalam perspektif ekoteologi Islam, manusia berkedudukan sebagai khalifah di bumi yang diberi mandat untuk mengelola alam bukan sebagai objek eksploitasi tanpa batas, melainkan sebagai amanah yang harus dijaga keseimbangannya. Berbagai inisiatif kontemporer seperti “Piagam Mizan” yang digagas cendekiawan Muslim dan lembaga-lembaga Islam (misalnya jaringan ekologi Islam dan program lintas agama) mencoba memformulasikan konsep ini menjadi piagam ekologi Islam yang menegaskan tanggung jawab ekologis umat Islam atas dasar prinsip keseimbangan tersebut. Analisis semantik terhadap istilah mīzān dalam kajian ekoteologi Qur’ani menunjukkan bahwa mizan bukan sekadar konsep fisik, melainkan sistem nilai teologis: pelanggaran terhadap keseimbangan alam—seperti perusakan ekosistem dan krisis iklim—dapat dipahami sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum ilahi.
Mizan memiliki hubungan erat dengan prinsip keadilan (‘adl) dan moderasi (i‘tidāl) yang menjadi ciri jalan tengah (wasathiyyah) dalam Islam. Islam mendorong manusia untuk bersikap proporsional, tidak berlebihan, dan tidak lalai dalam memanfaatkan sumber daya alam, sehingga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan tetap terjaga. Di sisi lain, konsep amanah menegaskan bahwa alam adalah titipan Allah yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab, dan menjaga keseimbangan ekologis berarti menjaga karunia itu agar tidak rusak oleh keserakahan dan ketidakadilan.
Dalam konteks transisi energi, prinsip mizan menjadi sangat relevan ketika dunia berupaya beralih dari energi fosil ke energi bersih seperti matahari, angin, dan air. Penggunaan energi fosil (batubara, minyak, gas) selama berabad-abad telah memicu ketidakseimbangan ekologis berupa polusi udara, pemanasan global, kerusakan habitat, dan perubahan iklim yang mengancam kehidupan banyak makhluk. Beralih ke energi terbarukan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi, sehingga sejalan dengan prinsip menjaga keseimbangan alam yang terkandung dalam konsep mizan. Dengan demikian, transisi energi dapat dibaca bukan hanya sebagai agenda teknis dan ekonomi, tetapi juga sebagai koreksi moral terhadap pola pemanfaatan energi yang melampaui batas keseimbangan.
Dari perspektif spiritual, transisi menuju energi bersih merupakan bentuk ibadah dan tanggung jawab moral untuk menegakkan keadilan (qisṭ) dalam pemanfaatan sumber daya bumi. Eksploitasi berlebihan yang merusak iklim dan ekosistem berarti melanggar mizan yang telah Allah tetapkan dalam ciptaan-Nya, sehingga perubahan menuju sistem energi yang lebih ramah lingkungan dapat dipahami sebagai upaya mengembalikan keseimbangan itu. Inisiatif seperti Piagam Mizan memperkuat kerangka teologis ini dengan memberikan dasar normatif bagi tindakan ekologi dan kebijakan lingkungan yang berorientasi pada keadilan antargenerasi.
Secara ekonomi dan kebijakan, negara-negara seperti Indonesia mulai mendorong penggunaan teknologi hijau dan pengembangan energi terbarukan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim. Transisi energi ini berpotensi meningkatkan ketahanan energi nasional dengan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil dan menciptakan sistem yang lebih adil dalam distribusi serta penggunaan sumber daya. Meski demikian, tantangan politik, struktural, dan ekonomi tetap besar: struktur ekonomi global yang masih bertumpu pada fosil, kepentingan industri, resistensi terhadap perubahan, serta kebutuhan investasi infrastruktur energi terbarukan yang tidak kecil.
Manfaat lingkungan dan sosial dari penerapan prinsip mizan dalam transisi energi cukup signifikan. Peralihan ke energi bersih dapat mengurangi dampak kesehatan akibat polusi, menekan beban rumah tangga dan negara atas biaya eksternal kerusakan lingkungan, serta membuka peluang lapangan kerja baru dalam sektor energi hijau. Di tingkat sosial, transisi energi yang dirancang secara adil dapat memperluas akses masyarakat terhadap energi bersih dan terjangkau, menjaga kualitas hidup generasi mendatang, dan menguatkan fungsi manusia sebagai khalifah yang menjaga bumi, bukan merusaknya. Dari sudut pandang ekosistem, energi terbarukan yang dikelola dengan bijak membantu menahan laju deforestasi, degradasi lahan, dan pencemaran, sehingga keseimbangan alam (mizan) tetap terpelihara.
Secara keseluruhan, konsep mizan dalam Islam bersifat sangat fundamental: Allah menciptakan alam dengan keseimbangan, dan manusia diperintahkan untuk menjaga keseimbangan itu dengan adil, tidak berlebihan, dan tidak merusak. Landasan teologis mizan mencakup dimensi kosmik (tatanan penciptaan), etika (keadilan dan moderasi), serta tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi yang harus memelihara amanah lingkungan. Dalam konteks modern, transisi energi dari fosil menuju energi bersih merupakan manifestasi konkret dari prinsip mizan, karena berupaya mengembalikan dan menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengurangi polusi dan kerusakan alam. Transisi ini bukan semata agenda teknis, tetapi juga agenda etis dan spiritual, yang menuntut kesadaran bahwa memelihara bumi sebagai amanah adalah kewajiban moral dan religius. Walaupun tantangan ekonomi, politik, dan investasi masih besar, orientasi pada mizan memberikan landasan teologis yang kuat untuk menegakkan kebijakan dan praktik pembangunan yang berkelanjutan, sehingga penerapan prinsip mizan dalam kebijakan energi dan tindakan sehari-hari memungkinkan manusia menjaga keharmonisan alam sekaligus menunaikan tanggung jawab religius dan ekologisnya.
Kontak
Hubungi kami untuk informasi lebih lanjut.
muhammad@itpln.ac.id
+62-821-2182-4731
© 2025. All rights reserved. Institut Teknologi PLN
Alamat
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
Menara PLN, Jl. Lingkar Luar Barat, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11750
Website




