Ihsan dalam Pengelolaan Alam: Kerangka Moral Islam untuk Energi Berkelanjutan
Mahasiswa Institut Teknologi PLN
11/8/20253 min read
Ihsan adalah salah satu konsep paling agung dalam Islam, namun justru sering kurang dielaborasi secara serius dalam praktik pendidikan dan pembinaan karakter, termasuk di lembaga pendidikan Islam. Ihsan bukan sekadar “berbuat baik”, tetapi cara pandang yang menembus batin, membentuk kesadaran bahwa setiap tindakan berada dalam pengawasan Allah dan harus dilakukan sebaik-baiknya. Karena nalar ihsan belum banyak diintegrasikan ke dalam desain kurikulum dan aktivitas pendidikan, pembinaan akhlak sering berhenti pada level aturan lahiriah, belum menyentuh kedalaman cinta, kasih sayang, dan tanggung jawab spiritual terhadap sesama dan terhadap alam. Padahal, jika dikembangkan, ihsan dapat menjadi kerangka moral yang kokoh untuk menjawab tantangan ekologis dan energi di era modern.
Al-Qur’an menegaskan kedudukan ihsan secara sangat kuat. Dalam Surah An-Nahl ayat 90, Allah memerintahkan manusia untuk berlaku adil, berbuat ihsan, dan memberi bantuan kepada kerabat, sambil melarang segala bentuk kekejian, kemungkaran, dan permusuhan. Artinya, ihsan bukan anjuran opsional, tetapi perintah moral yang harus mewarnai seluruh dimensi kehidupan. Dalam ayat lain, perintah untuk berbuat baik kepada orang tua mengajarkan bahwa ihsan bermakna kelembutan, penghormatan, dan kesungguhan menjaga martabat mereka, sekalipun dalam situasi sulit. Dari sini tampak bahwa ihsan mencakup kedalaman akhlak: mengendalikan lisan, menahan ego, dan mengupayakan kualitas terbaik dalam setiap relasi—baik dengan Allah, manusia, maupun makhluk lainnya.
Dalam tradisi Islam, bentuk-bentuk ihsan dijelaskan mulai dari ihsan kepada Allah hingga ihsan dalam bekerja dan memperlakukan alam. Ihsan kepada Allah terwujud dalam ibadah yang dilakukan dengan penuh kesungguhan, menjauhi maksiat lahir maupun batin, serta senantiasa menghadirkan rasa diawasi-Nya. Ihsan kepada sesama tampak dalam sikap menolong tanpa pamrih, memuliakan tamu dan tetangga, memerhatikan yatim dan kaum lemah, serta berlaku adil dalam bisnis dan pekerjaan. Ihsan dalam bekerja menuntut profesionalitas, kejujuran, dan komitmen pada kualitas, sehingga setiap tugas dipersembahkan seakan-akan dilihat langsung oleh Allah. Dalam lingkup lebih luas, ihsan juga mencakup sikap penyayang terhadap hewan, menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, serta menghindari segala bentuk kerusakan di bumi. Dengan demikian, ihsan menyediakan kerangka akhlak yang sangat komprehensif.
Jika perspektif ini diperluas ke isu lingkungan dan energi, ihsan menjadi fondasi moral bagi pengelolaan alam dan pembangunan energi berkelanjutan. Ihsan kepada makhluk hidup dan lingkungan berarti tidak sekadar “tidak merusak”, tetapi aktif memelihara, memperbaiki, dan mengelola sumber daya secara penuh tanggung jawab. Dalam konteks energi, sikap hemat energi, mengurangi pemborosan listrik, meminimalkan sampah dan polusi, serta mendukung pemanfaatan energi terbarukan dapat dibaca sebagai wujud ihsan dalam pengelolaan bumi. Seorang Muslim yang ber-ihsan tidak akan bersikap acuh terhadap pemborosan energi fosil, kebiasaan konsumtif yang merusak lingkungan, atau kebijakan yang mengabaikan keberlanjutan ekosistem, karena semua itu berlawanan dengan misi memelihara ciptaan Allah.
Dengan menjadikan ihsan sebagai kerangka moral, transisi menuju energi berkelanjutan—seperti tenaga surya, angin, air, dan biomassa—tidak lagi dipandang sekadar agenda teknis, tetapi bagian dari kesalehan dan tanggung jawab spiritual. Mengurangi emisi, menghemat energi, memilih teknologi yang lebih ramah lingkungan, hingga mendukung kebijakan energi hijau yang adil bagi masyarakat kecil, semuanya bertaut dengan upaya menjadi “muhsin”: hamba yang berbuat baik dengan kualitas terbaik. Di titik ini, ihsan menyatukan dimensi ibadah dan dimensi ekologis: berbuat baik kepada Allah berarti juga menjaga amanah bumi yang ditundukkan untuk kemaslahatan manusia dan makhluk lain.
Manfaat pengamalan ihsan dalam kehidupan, termasuk dalam pengelolaan alam dan energi, sangat luas. Ihsan melahirkan pribadi berakhlak mulia, menumbuhkan relasi sosial yang harmonis, dan menghadirkan ketenangan batin karena hidup selaras dengan nilai-nilai yang dicintai Allah. Di sisi lain, ihsan mencegah seseorang terjerumus dalam sifat egois, zalim, dan merugikan orang lain—baik melalui kezaliman sosial maupun kerusakan ekologis. Ketika ihsan diterapkan pada isu lingkungan, ia mendorong manusia bergerak dari sekadar “menghindari dosa” menuju aktif menebar maslahat: membersihkan lingkungan, menghijaukan lahan, mengelola limbah, dan mendorong sistem energi yang lebih adil dan lestari.
Pada akhirnya, ihsan adalah inti penghayatan agama yang menuntun seorang Muslim untuk beribadah secara sempurna sekaligus berperilaku baik dalam setiap aspek kehidupan. Dalam konteks krisis lingkungan dan energi, ihsan menawarkan kerangka moral yang utuh: menggabungkan kedalaman spiritual, kepedulian sosial, dan tanggung jawab ekologis. Ihsan bukan hanya konsep teoretis, melainkan gaya hidup yang menuntut agar setiap keputusan—termasuk dalam cara memproduksi, mendistribusikan, dan mengonsumsi energi—selalu diarahkan pada kebaikan yang paling tinggi, bagi manusia, alam, dan di hadapan Allah. Dengan demikian, “ihsan dalam pengelolaan alam” layak dijadikan pilar utama etika Islam untuk membangun peradaban energi yang benar-benar berkelanjutan.
Kontak
Hubungi kami untuk informasi lebih lanjut.
muhammad@itpln.ac.id
+62-821-2182-4731
© 2025. All rights reserved. Institut Teknologi PLN
Alamat
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
Menara PLN, Jl. Lingkar Luar Barat, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11750
Website




