Energi Panas Bumi (Geothermal) dalam Perspektif Sains dan Keislaman

Mahasiswa Institut Teknologi PLN

11/9/20253 min read

Energi panas bumi (geothermal) merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang sangat potensial dikembangkan, khususnya di negara-negara dengan aktivitas vulkanik tinggi seperti Indonesia. Energi ini berasal dari panas alami di dalam lapisan bumi yang muncul akibat proses geologis, seperti aktivitas magma, peluruhan radioaktif mineral, dan sisa panas pembentukan bumi sejak miliaran tahun yang lalu. Panas tersebut dapat naik ke permukaan melalui geyser dan sumber air panas, atau dimanfaatkan lewat teknologi pengeboran untuk menghasilkan uap yang kemudian diubah menjadi listrik.​

Secara ilmiah, energi panas bumi memiliki beberapa keunggulan utama sebagai sumber energi modern. Pertama, sumber ini terbarukan dan dapat berkelanjutan karena reservoir panas bumi mampu beregenerasi bila dikelola secara hati-hati. Kedua, emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga panas bumi jauh lebih rendah dibandingkan pembangkit berbahan bakar fosil, sehingga berkontribusi pada pengurangan polusi udara dan dampak perubahan iklim. Ketiga, pembangkit panas bumi bersifat stabil dan tidak bergantung cuaca, berbeda dengan tenaga surya dan angin, sehingga mampu menyediakan pasokan energi yang konsisten sepanjang tahun.​

Indonesia sendiri termasuk negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia karena berada di sepanjang Cincin Api Pasifik. Sekitar 40 persen potensi energi panas bumi dunia diperkirakan berada di wilayah Indonesia, memberikan peluang besar untuk mencapai kemandirian energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun, pemanfaatan potensi besar ini membutuhkan teknologi yang maju, investasi yang signifikan, serta tata kelola lingkungan yang cermat agar tidak menimbulkan kerusakan ekologis.​

Dalam perspektif keislaman, pemanfaatan energi panas bumi bernilai positif dan selaras dengan prinsip dasar ajaran Islam tentang pengelolaan bumi. Islam menegaskan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana tersirat dalam QS Al-Baqarah ayat 30, sehingga berkewajiban memakmurkan bumi dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana. Salah satu bentuk pemakmuran tersebut adalah memanfaatkan sumber energi yang bersih dan bermanfaat luas tanpa merusak ekosistem.​

Al-Qur’an juga berulang kali mengingatkan agar manusia tidak membuat kerusakan di bumi setelah Allah memperbaikinya. QS Al-A’raf ayat 56 menegaskan larangan merusak lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang mencakup tindakan yang memperparah krisis ekologis. Dalam kerangka ini, pengembangan energi bersih seperti panas bumi dapat dipandang sebagai langkah konkret untuk mencegah kerusakan lingkungan, mengurangi polusi, dan menjaga keberlanjutan sistem penunjang kehidupan.​

Pemanfaatan energi panas bumi sejalan dengan konsep maslahah (kemaslahatan umum) dalam fikih Islam. Energi bersih memberikan manfaat besar bagi masyarakat, mulai dari ketersediaan listrik yang andal, dukungan bagi perkembangan industri, peningkatan kualitas hidup, hingga penguatan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini bersesuaian dengan tujuan syariah (maqāṣid al-sharīʿah), seperti menjaga jiwa, akal, keturunan, dan harta, karena energi ramah lingkungan melindungi kesehatan, mengurangi risiko bencana ekologis, dan menjamin ketersediaan sumber daya bagi generasi mendatang.​

Selain itu, Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam sebagai bagian dari tatanan ciptaan Allah. QS Ar-Rahman ayat 7–9 menggambarkan bahwa Allah menciptakan alam dengan suatu keseimbangan dan memerintahkan manusia untuk tidak melampaui batas yang dapat merusak keseimbangan tersebut. Energi panas bumi yang dikelola secara hati-hati dan berkelanjutan dapat menjadi bagian dari upaya menjaga keseimbangan itu karena jejak karbonnya rendah dan tidak menghasilkan limbah berbahaya seperti beberapa jenis energi lain.​

Dari sudut pandang etika keagamaan, pengembangan energi panas bumi juga mencerminkan sikap syukur atas karunia alam yang diberikan Allah. Dalam Islam, syukur tidak hanya diungkapkan dengan lisan, tetapi juga diwujudkan melalui tindakan yang memanfaatkan nikmat Allah dengan cara terbaik dan paling bertanggung jawab. Ketika potensi panas bumi dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi tanpa merusak lingkungan, hal tersebut menjadi bentuk syukur yang konkret dan contoh pengelolaan nikmat yang benar.​

Secara historis, meskipun teknologi panas bumi modern belum dikenal pada masa klasik Islam, prinsip pemanfaatan sumber daya alam secara hemat dan berkelanjutan telah kuat ditekankan para ulama. Berbagai hadis mendorong umat Islam untuk menjaga lingkungan, menanam pohon, mengelola air, dan menghindari sikap boros, yang semuanya membentuk etika ekologis Islam. Salah satu hadis menyebut bahwa dunia ini hijau dan indah, dan manusia dijadikan sebagai pengelolanya; maknanya, segala upaya menjaga dan memanfaatkan bumi dengan cara yang baik memiliki nilai ibadah.​

Dengan demikian, perkembangan energi panas bumi bukan hanya bagian dari inovasi sains modern, tetapi sekaligus dapat dibaca sebagai implementasi nilai-nilai Islam tentang tanggung jawab, keberlanjutan, dan keadilan lingkungan. Pengembangan energi yang bersih dan ramah lingkungan memberi manfaat tidak hanya bagi manusia saat ini, tetapi juga bagi seluruh makhluk dan generasi yang akan datang. Pemanfaatan geothermal menjadi langkah penting menuju masa depan energi yang lebih aman dan sehat, sekaligus wujud pengabdian kepada Allah melalui upaya menjaga kelestarian ciptaan-Nya.